Kisah Nabi Ibrahim, Si Pemberontak Raja Namrudz
PECINTA DAWUH - Nabi Ibrahim lahir di Negara Babilonia, yaitu negara yang terletak di antara Sungai Efrat dan Sungai Dajlah (Tigris), sekarang Irak. Negara tersebut dikuasai oleh seorang raja yang terkenal sangat angkuh, sewenang – wenang, dan kejam.
Semua yang menjadi kehendaknya harus terlaksana, pantang dibantah, dan ditolak. Ia dibantu oleh prajuritnya, dukun, dan ahli nujum untuk meramal apa yang akan terjadi di negaranya.
Bahkan ia juga mengaku dirinya sebagai Tuhan. Raja tersebut bernama Namrudz bin Kan’an bin Kusy.
Ayah Nabi Ibrahim, Azar adalah seorang yang pandai membuat patung berhala dan patuh kepada raja.
Namrudz pun menyukainya. Walaupun ayahnya pembuat patung berhala, namun Ibrahim tidak pernah ikut menyembah patung tersebut. Bahkan beliau menolaknya. Allah telah memberikan Ibrahim hidayah-Nya.
Ibrahim terkenal sebagai anak yang cerdas. Sebelum baligh, Ibrahim sudah berpikir mengenai alam semesta ini. Beliau mencari siapa Tuhannya sebenarnya?
Beliau juga merasa heran mengapa orang – orang menyembah berhala padahal benda tersebut tidak bisa mendengar, melihat, dan menjawab doa orang yang memintanya.
Beranjak remaja, Nabi Ibrahim mempunyai keinginan untuk menghancurkan berhala – berhala yang ada.
Tujuannya agar semua orang tidak menyembah berhala lagi dan hanya beriman kepada Allah. Nabi Ibrahim pun akhirnya menghancurkan berhala – berhala tersebut ketika gedung tempat berhala sepi dikarenakan orang – orang sedang melaksanakan upacara keagamaan.
Namun, beliau tidak menghacurkan berhala yang paling besar. Beliau justru menggantungkan kapaknya di leher berhala tersebut.
Raja Namrudz
Raja Namrudz dan pengikutnya pun geram. Selanjutnya Nabi Ibrahim ditangkap dan disidang di pengadilan raja dengan disaksikan rakyat umum.
Beliau pun telah menyiapkan jawaban – jawaban dan merasa bahwa inilah saat yang tepat untuk menyebarkan ajarannya. Ada peristiwa unik pada persidangan ini, yaitu ketika Raja Namrudz beserta pengikutnya merasa terpojok dengan jawaban cerdas Nabi Ibrahim.
Ini bermula ketika Nabi Ibrahim mengatakan bahwa berhala besar itulah yang mungkin telah menghancurkan berhala – berhala lainnya, sebab ada kapak besar yang menggantung di leher berhala tersebut.
“Hai Ibrahim, kau banyak akal tapi kau pikir aku dan rakyatku bodoh? Mana mungkin patung bisa aku ajak bicara dan aku tanyakan siapa pelakunya. Kau terlalu bodoh Ibrahim!”
Lalu berkatalah:
“Hai, Raja! Rupanya yang bodoh bukan aku, tapi engkau dan rakyatmu. Buktinya, patung yang tidak berdaya, tidak bisa berbicara, tidak bisa dimintai pertolongan, dan tidak bisa mendatangkan kebaikan atau kejelekan itu justru engkau sembah dan puja. Kalau engkau dan rakyatmu sudah tahu bahwa berhala yang kalian sembah tidak bisa melakukan apa – apa, bahkan menyelematkan dirinya sendiri dari kehancuran pun tidak bisa, mengapa kalian masih menyembah dan memuja benda tersebut? Cobalah pikirkan dan gunakan akal kalian!”
Walaupun Namrudz dan rakyatnya terpojokkan, namun karena amarah yang memuncak mereka serentak menangkap Nabi Ibrahim dan membakarnya di atas kayu bakar.
Akan tetapi, Allah masih menghendaki Nabi Ibrahim untuk hidup. Ibrahim sama sekali tidak merasakan panasnya api, justru api tersebut terasa menyegarkan baginya. Itulah mukjizat Nabi Ibrahim yang diberikan oleh Allah.
Keluarga Nabi Ibrahim
Nabi Ibrahim telah tinggal lama di negerinya dan menikah dengan Sarah, putri pamannya. Di Babilonia hanya Nabi Luth dan berberapa orang saja yang beriman.
Nabi Ibrahim dan Sarah pun hijrah ke Syam bersama orang – orang beriman. Setelah tinggal beberapa waktu lamanya di Negeri Syam, rombongan Nabi Ibrahim hijrah ke Mesir karena pada waktu itu Syam sedang mengalami bencana kelaparan dan berbagai penyakit menular sehingga cukup susah untuk mencari rezeki.
Nabi Ibrahim dan isterinya hidup lama di Mesir. Kehidupan beliau penuh kecukupan. Namun sayangnya, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama.
Orang – orang Mesir rupanya dengki dan hasud terhadap Nabi Ibrahim. Mereka pun memfitnah Ibrahim dan keluarganya sehingga Ibrahim beserta keluarganya kembali lagi ke Palestina (termasuk daerah Syam).
Karena tak kunjung memiliki anak dan Sarah yang semakin menua, setelah kembali dari Mesir, Sarah meminta Hajar, budaknya, untuk menjadi madunya.
Ini merupakan bentuk kecintaan Sarah terhadap suaminya dan menginginkan seorang anak laki – laki agar kelak ada yang bisa meneruskan perjuangan Nabi Ibrahim.
Akhirnya, Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar. Tak lama kemudian, Hajar mengandung dan melahirkan seorang bayi laki – laki, Ismail.
Sarah juga seorang perempuan, ia pun merasa cemburu. Nabi Ibrahim mengetahui gelagat isterinya tersebut. Atas perintah Allah, Nabi Ibrahim membawa Hajar beserta Ismail pindah ke Makkah dimana pada saat itu belum ada penghuninya.
Di tempat tersebut sungguh terlihat bagaimana perjuangan Siti Hajar dalam bertahan hidup di tengah wilayah yang tandus. Ia berlari dari Bukit Shafa dan Marwah bolak balik sebanyak 7 kali. Namun, tak kunjung menemukan air.
Hajar pun sudah berpasrah diri secara total. Di saat itulah, Allah menunjukkan kuasanya dengan mengeluarkan air dari tanah di tempat Ismail berbaring. Hajar pun mengucapkan zam zam (berkumpullah) sambil berusaha mengumpulkan air tersebut.
Pengorbanan Nabi Ibrahim diuji kembali ketika Allah memerintahkan Ibrahim untuk menjadikan Ismail sebagai kurban.
Padahal Ismail adalah anak satu – satunya yang tampan dan cerdas otaknya. Ismail sungguh patuh kepada orangtuanya. Nabi Ibrahim pun mencertiakan mimpinya tersebut yang diperintahkan untuk mengurbankan Ismail.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah pada QS Ash – Shaaffaat (37) : 102, Ismail tidak menolak perintah Allah tersebut.
Ibrahim dan Ismail
Akhirnya Ibrahim dan Ismail pergi ke suatu tempat yang jauh dari pemukiman. Ibrahim meletakkan Ismail di atas lempengan batu hitam yang halus.
Mata Ismail ditutup dan Ibrahim mengasah pedang tajam – tajam yang akan digunakan untuk memotong leher Ismail. Kemudian Ibrahim pun bedoa agar diberikan ketabahan dalam melakukannya.
Namun, ketika pedang sudah hampir sampai di leher Ismail, malaikat segera menarik Ismail secepat kilat dan menggantikannya dengan seeora domba.
Rupanya Allah hanya ingin menguji Nabi Ibrahim. Dari peristiwa ini pula, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan kurban pada hari Idul Adha.
Ketika Ismail dewasa, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun Ka’bah sebagai kiblatnya umat Muslim sewaktu shalat.
Setelah selesai membangun Ka’bah, mereka berdoa seperti yang tercantum pada QS Al – Baqarah (2) : 127 – 129.
Setelah itu, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengundang dan mengajak seluruh umat Islam melaksanakan ibadah haji ke Ka’bah (Baitullah).
Belum ada Komentar
Posting Komentar